Thursday, January 4, 2007







Reshuffle Kabinet

Presiden tak Perlu Rekomendasi Parpol

Jakarta|Jurnal Nasional

PERNYATAAN Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang akan bertindak lebih kongkret dalam menjalankan roda pemerintahan harus dibuktikan, termasuk dalam melakukan reshuffle sejumlah menteri yang terbukti tidak maksimal dalam melaksanakan agenda Kabinet Indonesia Bersatu (KIB).

Namun, dalam melakukan reshuffle, Presiden diingatkan agar tidak perlu mengakomodir orang-orang yang direkomendasikan partai politik, karena dipastikan orientasi pemerintahan tiga tahun mendatang akan lebih bersifat pragmatis.

Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Tjahjo Kumolo mengatakan Presiden SBY harus berani melakukan reshuffle total kabinet Indonesia Bersatu, tanpa tergantung dari tekanan politik yang dilakukan partai tertentu. ”Reshuffle harus banyak diberikan kepada orang-orang yang memang ahli dan profesional dalam bidangnya,” ujarnya kemarin.

Menurut Tjahjo, jika Presiden menanggapi desakan partai politik, dipastikan menteri yang berasal dari partai politik akan lebih fokus pada kepentingan partainya guna mempersiapkan diri bertarung di Pemilu 2009.

”Ini mau Pemilu 2009, sehingga angota kabinet yang berasal dari partai politik pasti orientasinya adalah bersifat politik untuk mempersiapkan diri menyongsong pemilu, dan kepentingan partai lebih diutamakan,” katanya. Karena itu, Tjahjo mengingatkan agar Presiden berani menghindari orang-orang partai politik.

Selain itu, Tjahjo mengingatkan agar Presiden tidak hanya menjaga stabilitas yang mengutamakan populeritas. Namun, Presiden harus lebih tegas kepada para menteri karena kondisi masyarakat menghadapi tahun 2007 diperkirakan akan sangat berat.

Menurut dia, selama dua tahun pemerintahan, Presiden kurang tegas terhadap para menterinya. Akibatnya, keputusan politik pemerintah kurang pro rakyat. ”Tidak ada ketegasan yang rill, dan setiap kebijakan Presiden tidak maksimal di-follow up oleh bawahannya, sehingga hanya ingin menjaga stabilitas populeritas saja,” tegas Tjahjo.

Kalau memang sudah berjanji, lanjut Tjahjo, Presiden harus membuktikan. ”Oh, iya dong (dibuktikan, Red). Setiap keputusan politik yang dibuat pemerintah yang tidak pro rakyat akan sangat mengecewakan rakyat.”

Secara terpisah, Ketua Umum DPP PAN Soetrisno Bachir juga mendesak agar Presiden segera melakukan reshuffle kabinet karena Kinerja KIB kurang memuaskan. Bahkan, menunjukkan indikasi semakin buruk.

PAN menilai pemberantasan kemiskinan, penciptaan lapangan pekerjaan dan perbaikan kualitas hidup serta kesejahteraan masyarakat, mengalami kemorosotan.
Berdasarkan data BPS Agustus 2006, angka kemiskinan di Indonesia masih cukup besar, yaitu sekitar 40 juta jiwa. Sementara tingkat pengangguran mencapai 11 juta orang. Masih tingginya tingkat kemiskinan menyebabkan sekitar 25 persen bayi usia balita menderita gizi buruk, dan tingkat kematian ibu melahirkan mencapai 307 dari 100 ribu kelahiran.

Jika terbukti ada menteri yang gagal, katanya, Presiden tidak perlu segan-segan untuk menggantinya dengan figur lain yang lebih kapabel. "Kita menunggu janji presiden untuk lebih tegas dalam menjalankan kepemimpinan pada tahun-tahun mendatang," katanya di acara Refleksi Akhir Tahun 2006 PAN di Jakarta kemarin.

Seotrisno tidak bersedia menyebut menteri-menteri yang harus diganti karena alasan etika politik. Namun, dia menilai kinerja tim ekonomi, khususnya di sektor rill kurang maksimal.

Secara makro ekonomi, dia mengakui ada kemajuan, dengan dibuktikan pertumbuhan ekonomi 5,6 persen. Sayangnya, pertumbuhan itu tidak berpengaruh signifkan terhadap perbaikan ekonomi rakyat. Bahkan, secara mikro ekonomi itu, tak sedikit sektor riil, seperti UKM yang tak berkembang, bahkan bangkrut.

Menurut dia, reshuffle dilakukan bukan karena kebodohan menteri. Namun, bisa terkait dengan penempatan posisi yang tidak pas. "Itu bukan berarti menterinya bodoh. Tapi menteri yang nggak nyambung dengan realitas di masyarakat," ujar Seotrisno.
Dia tidak mempersoalkan jika Presiden me-reshuffle kader PAN di KIB.

Seotrisno juga menilai telah terjadi disharmoni dalam hubungan Presiden dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, dengan diwarnai kompetisi pribadi yang bersifat politik.

Akibatnya, roda pemerintahan tidak berjalan dengan baik. Dia khawatir hubungan Presiden akan semakin memburuk, terutama dengan makin dekatnya penyelenggaraan Pemilu 2009. Karena itu, Soetrisno mengharap agar kedua pemimpin lebih bersikap arif dan bijaksana dalam menangani segala persoalan negara.

Ketua DPR Agung Laksono kepada wartawan di Solo menilai kinerja Presiden telah maksimal, namun kinerja para menteri di tahun 2006 kurang maksimal sehingga harus ditingkatkan.

Terkait dengan pernyataan Presiden yang akan lebih tegas dan serius di Tahun 2007, Agung mengatakan yang lebih penting adalah hasilnya. ”Hasilnya saja yaitu kinerja pemerintahan yang bisa memenuhi penilaian bahwa itu berkat kerja keras, keseriusan, kelugasan dan kecepatan dalam bertindak. Bagi masyarakat yang dilihat tentu hasil akhirnya," ujarnya.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu menyarankan agar pemerintah meningkatkan koordinasi dan belajar dari kesalahan-kesalahan sebelumnya. Dia mencontohkan jeleknya sistem manajemen perberasan nasional. Agung juga mengharap pada tahun 2007 pemerintah dapat mengurangi kemiskinan lebih cepat dengan sebanyak mungkin menciptakan lapangan pekerjaan di segala sektor.

Sementara itu, Lembaga Survei Indonesia (LSI) kemarin mempublikasikan hasil surveinya yang berlangsung di 33 provinsi pada 18-22 Desember 2006—dengan jumlah sampel 1.227 responden.

Hasil survei yang disampaikan peneliti senior LSI Anies Baswedan menyatakan 56 persen responden memilih SBY, 34 persen responden memilih tokoh lain, 10 persen responden mengaku belum tahu.

Responden yang memilih SBY 48 persen, Mega 17 persen, JK 4 persen, Wiranto 4 persen, Amien Rais 3 persen, Hidayat Nurwahid 2 persen. Sementara 12 persen, dan 10 persen lain belum tahu. Survei juga menyimpulkan tingkat kepuasan publik atas kinerja SBY pada tahun 2006 mencapai 67 persen, meningkat dibanding desember tahun 2005 yaitu sebanyak 56 persen.

Sementara kinerja Kalla pada Desember 2005 sebanyak 52 persen, dan Desember 2006 sebanyak 62 persen. Sedangkan untuk kondisi politik, keamanan nasional, hukum dinilai belum mengalami kemajuan.

Bahkan penegakan hukum dinilai jalan di tempat. Menurut Anies, rating kepuasan ini adalah indikator dari legitimasi populer yang sangat kuat terhadap kepemimpinan SBY-JK dan modal politik untuk memimpin bangsa keluar dari persoalan secara cepat.

M. Yamin Panca Setia

No comments: