Thursday, January 4, 2007















Potret Buram Penyelenggaraan Haji
Musim ini

Jakarta|Jurnal Nasional

TRAGEDI kelaparan yang menimpa ribuan jamaah haji Indonesia akhir bulan lalu telah mencoreng kredibilitas Departemen Agama sebagai penyelenggara haji musim ini.

Harapan departemen tersebut untuk sukses memberangkatkan jemaah haji ke tanah suci tahun ini sebanyak 188.701 orang, ditambah 1.399 petugas kloter yang tergabung dalam 469 kloter, tercoreng hanya karena masalah keterlambatan pengiriman ketering ke para jamaah.

Kabar memilukan itu menuai kekecewaan dari sejumlah jamaah haji. Seorang jamaah haji yang tidak bersedia disebutkan namanya mengatakan akhir Desember lalu, ribuan jamaah kelaparan.

”Ini berita jelek, jemaah haji Indonesia yang tiba di Arafah pukul 06.00 waktu setempat tanggal 30 Desember 2006, tidak mendapatkan konsumsi, kecuali pagi ini diberi air dan teh panas,” ujarnya saat dihubungi di Arafah kemarin.

Dari Arafah, dia mengabarkan ribuan haji Indonesia yang berkemah di Mina, Arab Saudi pada Minggu pagi lalu belum mendapat jatah makanan. Terpaksa mereka pun membeli makanan. Ironisnya, sejumlah haji terpaksa ”mengemis” kepada jamaah haji lainnya untuk mendapat makanan karena lapar yang begitu mengangga.

Kini, lanjutnya, jamaah bisa bernafas lega. Makanan telah tiba. Selain disuplai dari petugas haji, stok juga datang dari mana-mana. Menurut dia, saat ini, jamaah tidak lagi kelaparan, karena stok mie instan dan roti telah dibagikan.

Namun, dia menyesalkan jika konsumsi yang dibagikan tidak dalam bentuk nasi. Pasalnya, tidak semua jamaah terbiasa mengkonsumsi roti. Stok air panas pun kurang sehingga memaksa jamaah makan mie instan dengan air dingin.

Penderitaan para jamaah tak sampai di situ. Dia mengabarkan sekarang tak sedikit jamaah yang terserang flu. Dokter yang menangani, katanya, agak kerepotan melayani.

Penyelenggara haji musim ini menyebutkan, sebanyak 88 jemaah haji Indonesia meninggal dunia, satu meninggal di Jeddah, 25 di Madinah dan 60 di Mekkah serta dua jemaah meninggal dalam perjalanan dari tanah air.

Kabar memilukan itu pun menuai protes dari sejumlah kalangan. Ketua MPR Hidayat Nurwahid mendesak Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) agar mengembalikan uang konsumsi kepada 188.477 jamaah haji secara penuh, tanpa pemotongan.

Hidayat juga memandang perlu dilakukan investigasi terhadap kasus yang memprihatinkan sekaligus memalukan tersebut. ”Apabila terjadi kesalahan, maka hukum harus ditegakan,” ujarnya usai bertemu Ketua PBNU Hasyim Muzadi, di Kantor PBNU Jakarta kemarin. Dia juga mendesak Depag melakukan perbaikan dalam memberikan pelayanan haji, agar kasus serupa tak terulang lagi.

Sementara Hasyim Muzadi meminta pemerintah agar minta maaf kepada jamaah haji Indonesia yang mengalami kelaparan, serta secara tulus meminta ridho kepada para jamaah untuk kebaikan negeri sebelum tiba di tanah air.
Dia mengingatkan permintaan maaf harus dilaksanakan agar ratusan ribu jamaah haji yang telah disakiti hatinya tidak berdoa buruk di tempat yang mustajab karena dapat pertanda buruk bagi bangsa Indonesia.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah memutuskan untuk membentuk tim evaluasi dan investigasi kasus keterlambatan distribusi makanan bagi jemaah haji akibat keteledoran sebuah perusahaan katering Arab Saudi.

Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi mengatakan, investigasi dilakukan untuk mengkaji ketidaklaziman. Tim ini diberi wewenang untuk melakukan penelitian dan kemudian melaporkan semua hasil temuan kepada Presiden.

Tim tersebut diberi waktu tiga minggu untuk menyusun laporan yang akan diserahkan kepada Presiden. Tim evaluasi dan investigasi ini dipimpin oleh mantan Menteri Agama, Tolchah Hasan, yang didampingi unsur MUI, Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, Departemen Agama, Departemen Luar Negeri, serta tokoh masyarakat.

Menteri Agama Maftuh Basyuni telah meminta maaf soal keterlambagan katering kepada jamaah. Dia mengakui musibah itu terjadi karena keterlambatan pengiriman katering oleh Ana Enterprise and Services. Dia tak menduga akan terjadi keterlambatan itu.

Lantaran keteledoran itu, Depag akan kembali menggunakan Katering Muasasah pada musim haji 2007 mendatang. Terkuak kabar, Ana Enterprise and Services sebagai perusahaan ketering yang terlambat mengirim makanan ke jemaah, diusulkan oleh Azidin, anggota DPR dari Fraksi Demokrat yang dipecat karena terlibat dalam kasus pencaloan haji.

Maftuh menambahkan, pemerintah telah mengganti uang konsumsi Arafah dan Mina (Armina) sebesar 300 Riyal untuk setiap jamaah haji. Dana itu bersumber dari Dana Abadi Umat (DAU), Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dan Presiden.

”Kalau nanti kita tidak mampu kita akan minta bantuan presiden. Ini kan masih banyak uang yang belum digunakan," kata Maftuh usai acara silaturahmi dengan para pimpinan kloter di Wisma Haji Indonesia, di kawasan Aziziah, Makkah, Arab Saudi.

Sebelumnya pemerintah hanya berniat memberikan uang pengganti sebesar 105 Riyal. Jumlah ini diambil dengan perhitungan jamaah haji tidak mendapatkan 7 kali waktu makan. Sekali makan dihitung 15 Riyal.

Demonopolisasi

Keterlambatan katering yang memicu keresahan jamaah dan sejumlah pihak adalah sebagian kecil persoalan yang selalu mencuat bila musim haji tiba. Pelbagai persoalan selalu mencuat lantaran ulah sejumlah pihak yang berusaha mengeruk keuntungan dari kantong para jamaah.

Penipuan, pemerasan, pencaloan, pungutan, dan penyimpangan dari ketentuan yang berlaku atau cara-cara lain yang merugikan jamaah, kerap terjadi. Ketidakprofesionalan penyelenggara haji juga pernah mengakibatkan gagalnya pemberangkatan 30 ribu calon jamaah haji Indonesia pada musim haji tahun lalu.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin menilai harus dilakukan perombakan mendasar dalam sistem penyelenggaraan haji Indonesia. Menurut dia, pemerintah harus bersedia menyadari kesalahan-kesalahan selama ini dan membuka diri untuk memperbaiki kinerjanya.
Din menilai, monopoli pemerintah dalam penyelenggaraan haji sebagai penyebab timbulnya masalah. Monopolistik membuka peluang terjadinya kecurangan, penyimpangan dan pelayanan buruk, praktik korupsi dan kolusi dalam penyelenggaraan haji. Selain itu, pemondokan, katering dan transportasi amat rentan penggelembungan harga.
Karena itu, Din memandang perlu demonopolisasi dalam penyelenggaraan haji, dengan cara melepaskan kewenangan penyelenggaraan haji yang selama ini dipegang Depag dan diserahkan kepada ormas Islam atau badan khusus di bawah naungan Presiden.

Persoalan yang melilit di setiap musim haji memang mendorong agar ada swastanisasi dengan harapan akan terjadi kompetisi dan efisiensi. Pembentukan semacam BUMN dinilai positif agar penyelenggaraan haji dapat dilakukan secara professional dan transparan.

Departemen Agama baiknya hanya bertindak sebagai regulator yang berfungsi sebagai pengawas perusahaan penyelenggara ibadah haji dengan harapan akan terjadi hukum pasar yang berlaku.

Namun, berdasarkan UU No No. 17 tahun 1999, pelaksanaan haji dibawah naungan Departemen Agama. Pelaksanaannya disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku di negara sesuai dalam Taklimat Haji seperti dalam pengaturan pemondokan, transportasi, termasuk ketentuan teknis pelaksanaan ibadah seperti pelemparan jumrah dan transportasi jamaah haji untuk Arafah-Muzdalifah-Mina dengan sistem Taraddudi.

Meski demikian, bergulirnya wacana mengenai pengelolaan haji yang ideal merupakan gejala sangat positif untuk mendorong Departemen Agama yang selama ini memegang kendali utama penyelenggaraan ibadah agar lebih introspeksi.

M. Yamin Panca Setia

No comments: