Thursday, January 4, 2007











Menghitung Aset BUMN


Jakarta|Jurnal Nasional

NILAI aset yang dimiliki Badan Usaha Milik Negara (BUMN) jumlahnya sangat besar. Kementerian Negara BUMN mencatat kurang lebih Rp1.300 triliun jumlah aset BUMN atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Sayang, sebagian besar aset negara itu hanya dicatat berdasarkan nilai buku, bukan berdasarkan nilai keekonomian dan nilai pasar. Dengan kata lain, nilai aset yang dimiliki BUMN/BUMD belum dioptimalisasikan secara ekonomi. Padahal, jika dikapitalisasikan dan menjadi peluang bisnis bagi BUMN, maka nilai aset bisa jauh lebih besar.

“Jumlahnya barangkali aset BUMN/BUMD lebih dari dua kali lipat yang tercantum di buku,” ujar Menteri Negara BUMN Sugiarto di Jakarta kemarin.

Karena itu, Meneg BUMN mengharap perlu segera dilakukan langkah mengoptimalisasi aset properti BUMN/BUMD sebagai peluang bisnis sehingga mampu mendongkar keuntungan BUMN itu sendiri.

Menurut dia, selama ini biaya operasional perusahaan-perusahaan negara itu ditopang dari anggaran negara yang semakin menipis lantaran harus dialokasikan ke sektor lain seperti pendidikan, kesehatan dan infrastruktur.

Kementarian BUMN sendiri akan meningkatkan pengawasan intern di lingkungan BUMN karena uang yang beredar di BUMN jumlahnya hampir mendekati besarnya APBN.

Dari 131 BUMN yang ada dengan sekitar 600 anak perusahaan memiliki aset mencapai Rp1.300 triliun.

Sementara itu, Pengamat Properti Doli D Siregar mengatakan, apabila aset negara dari BUMN/BUMD menggunakan nilai pasar, maka nilai aset akan menjadi sekitar 5-10 kali lipat dari nilai buku sekarang, atau sekitar Rp6.000 triliun-Rp12.000 triliun. Return on Asset (ROA) juga akan semakin kecil menjadi kurang lebih 0,6 persen. Selama 1992-2004, ROA berkisar 1,50 persen-3,25 persen dengan rata-rata 2,0 persen dan Return On Asset (ROE) hanya berkisar 4,5 persen-12,32 persen, dengan rata-rata 7 persen.

Nilai aset yang besar dengan ROA yang sangat kecil menunjukan bahwa masih banyak terdapat aset BUMN yang belum dikelola sepenuhnya (idle). Apabila dilihat dari total pendapatan dan total pendapat bersih, maka terlihat jika kinerja operasional BUMN tidak efisien.

Sugiarto mengaku, secara agregat, rendahnya ROA karena aset-aset yang dimiliki BUMN banyak yang dikategorikan aset yang nonproduktif.
Dia mencontohkan Bulog yang memiliki lahan 53 ha di kelapa gading yang sudah dijepit rumah mewah, dan mall. Seharusnya, Bulog bisa saja membuat outlet untuk grosir, namun Bulog tidak dapat menjadikan itu sebagai objek bisnis. Karena itu, kata Sugiarto, perusahaan-perusahaan property bisa saja mengajukan usulan kepada Bulog untuk bekerjasama memanfaatkan lahan yang tidak memberikan untung tersebut.

Sugiarto juga mencontohkan area yang dimiliki PT KAI di Jati Negara sekitar 70 hektar dan 30 hektar di Bukit Duri, di tengah kota kumuh yang tidak dioptimalkan. Jika diberdayakan menjadi kawasan The new central station, maka tidak hanya menguntungkan PT KAI, tapi berefek bagi pembangunan daerah sekitar.

PT KAI juga memiliki stasiun yang terletak di hampir setiap kota. “Jika kita sulap kawasan kumuh itu jadi stasiun, mall, atau pertokoan yang bersih, maka letaknya yang sangat strategis dapat bernilai komersial yang sangat tinggi.”

Pun halnya PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), yang propertinya berada di hampir semua kota besar dengan gedung tua yang sangat cantik, berada di lokasi strategis, sangat baik untuk komersialisasi menjadi lahan produktif.

Menurut Sugiarto, tidak optimalnya aset negara yang dikelola BUMN karena sebagian besar BUMN merasa anggaran dasar dari APBN tidak memungkinkan untuk pembangunan properti--apalagi karena tidak menjadi tujuan perusahaan.

“Itu suatu hal yang keliru. Seiring perubahan ruang dan waktu, UU juga tidak melarang, maka ketergantungan BUMN yang sangat tinggi kepada negara, sekarang sangat tidak wajar, kecuali yang menjalan fungsi service public obligation.”

BUMN harus terus dirangsang memaksimalkan aset yang ada untuk dimanfaatkan bagi keekonomian dan kemaslahatan perusahaannya. BUMN jangan ragu melakukan diversifikasi usaha, kerjasama dengan pihak ketiga, atau diusahakan sendiri untuk memanfaatkan aset yang tidak produktif.

Di Singapura, kata Meneg BUMN, banyak perusahaan yang berkembang justru bukan dari core bisnisnya, namun perusahaan berkembang justru lewat membangun properti yang tidak produktif.

Mengoptimalkan BUMN memang tidak mudah seperti membalikan kedua telapak tangan. Ada resiko tinggi yang juga harus ditanggung. Karena itu, Sugiarto menilai BUMN tetap melaksanakan core sesuai kompetensinya, tetapi untuk mengelola properti bisa bekerjasama dengan mitra strategis yang memiliki dana dan kemampuan untuk mengembangkan properti tersebut.

“Peluang begitu banyak, saya mendorong agar para pemain di bidang properti untuk tidak ragu menghubungi BUMN yang memiliki aset yang tidak produktif, dengan mengajukan bisnis proposal, bisa dalam bentuk kerjasama operasi, joint venture, pola bagi hasil,” katanya.

Sugiarto menambahkan, Kementerian BUMN sebagai pemegang saham BUMN akan membentuk tim khusus yang tidak ikut campur dalam proses bisniss to bisniss (b to b), namun lebih pada menetapkan harga minimum dalam operasional.

Menurut dia, sudah banyak proposal yang masuk ke Kementerian BUMN, namun sejumlah BUMN belum memaksimal kampanye untuk kerjasama dengan pihak lain karena dianggap tidak memiliki nilai tambah bagi perusahaan. “Padahal, salah satu kekuatan BUMN bila mana mampu melakukan kapitalisasi aset sebagai pengganti berkurangnya dukungan permodalan dari pemerintah kepada BUMN.”

Sekretaris Kementerian Negara BUMN Said Didu mengatakan aset BUMN memiliki sejumlah daya tarik, yaitu lokasi yang strategis, status hukum yang jelas, periode jangka panjang dan dukungan infrastruktur.

Selain itu, aset BUMN juga akseptabilitas lingkungan, menyakinkan perbankan, dan mendapatkan dukungan intansi pemerintah. Kementerian BUMN menawarkan kerjasama dengan pola Bangun Guna Serah/Built-Operated-Transferred (BOT), Kerjasama Sama Operasi (KSO), dan sewa menyewa atau pinjam pakai.

Untuk meningkatkan mutu aset, Said mengatakan, kementerian BUMN melakukan pemutakhiran data aset nonproduktif, kajian dan perencanaan optimalisasi aset, pengawasan kerjasama pengelolaan aset, dan evaluasi produktifitas aset.

Selain itu, kementerian tersebut juga mengembangkan sistem dan panduan optimalisasi aset, pengembangan alternatif bentuk kerjasama, penilaian kinerja manajemen BUMN tentang mutu pengelolaan aset, dan sinergi peningkatan produktifitas aset.

Sugiarto berjanji akan menginventarisir aset untuk diseleksi yang aset produktif dan tidak, dan diurus suratnya. Menurut dia, Kementerian BUMN sudah meminta kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) agar membuat dokumen guna menjamin keselamatan aset negara.

M. Yamin Panca Setia

No comments: