Thursday, January 4, 2007















Berebut Kursi 1 DKI Jakarta


Jakarta|Jurnal Nasional

MESKI Pemilihan Kepala Daerah Provinsi DKI Jakarta baru akan dilaksanakan pada Juni 2007 mendatang, namun elit politik yang berambisi menjadi Gubernur DKI Jakarta nampaknya sudah mulai bergerak. Gerilya meraih dukungan politik mulai gencar dilakukan elit. Sementara sejumlah partai politik pun tak kalah sigap untuk menyeleksi sejumlah kandidat yang akan diusungnya merebut kursi DKI-1.

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DKI Jakarta misalnya. Sudah jauh hari memastikan Adang Dorodjatun sebagai calon Gubernur yang diusungnya.

”Kalau calon Gubernur DKI Jakarta, PKS sudah memastikan satu orang yaitu Adang Dorojatun. Untuk calon Wakil Gubernur DKI Jakarta, masih dibuka, dan kandidatnya sudah sangat banyak,” ujar Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PKS DKI Jakarta Triwicaksana kemarin.

Sementara itu, dari rapat kerja daerah khusus (Rakerdasus) yang digelar DPD PDIP DKI Jakarta 16-17 Desember lalu, telah diputuskan hanya menentapkan tiga kriteria umum untuk cagub dan wagub DKI Jakarta. Tiga dari calon itu kemudian akan diserahkan kepada Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP untuk memastikan siapa yang akan menjadi calon resminya.

Dalam Rakerdasus itu, hadir beberapa cagub DKI Jakarta yaitu Sarwono Kusumaatmadja, Faisal Basri , Bibit Waluyo, Edy Waluyo, Agum Gumelar dan Fauzi Bowo. Sedangkan para cawagub yang hadir Mangaringan Pangaribuan, Audi Tambunan, Syahrial, Prabowo Sunirman, Edy Kusuma, Djasri Marin, Slamet Kirbiantoro, Asril Tanjung, Biem Benyamin dan Rano Karno.

Hadir pula sejumlah petinggi partai dari Partai Demokrat, Partai Damai Sejahtera (PDS), Partai Bintang Reformasi (PBR) dan Partai Amanat Nasional (PAN).

Ketua DPD PDIP DKI Jakarta Agung Imam Sumanto mengatakan pihaknya tidak bisa memutuskan calon gubernur dan wakil gubernur resmi dari PDIP. Keputusan itu menjadi wewenang DPP PDIP yang kabarnya akan mengelar rapat pekan depan untuk memastikan kandidat yang akan diusung.

Namun, berhembus kabar, calon kuat yang akan bertarung merebut kursi Gubernur DKI yang diusung partai berlambang banteng gemuk itu adalah Fauzi Bowo dan Sarwono Kusuma Atmadja.

DPD PDIP sebelumnya menggalang kekuatan—meski dikemas dalam sebuah dialog politik yang mengedepankan isu Menyongsong Jakarta Masa Depan.

Dialog yang bermotif koalisi itu dihadiri sejumlah tokoh partai seperti Ketua Partai Demokrat DKI Ferrial Sofyan, Ketua Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DKI Chudlary Syafi'i Khazami, Ketua Partai Damai Sejahtera (PDS) DKI Constant Punggawa, dan Nursyahbani Katjasungkana dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). M. Taufiq Kiemas, politisi Senior PDI Perjuangan juga urun rembuk.

Menurut Agung, PDIP telah menyatakan berkoalisi dengan PAN, PKB, Partai Demokrat, PDS, PPP dan PBR, dan kemungkinan Golkar.

Sekjen DPP PDIP Pramono Anung mengatakan khusus untuk Pilkada DKI, PDIP memberi perhatian khusus, mengingat Jakarta adalah barometer politik nasional. ”Tidak ada pilihan, PDIP harus menang di Jakarta, PDIP harus merebut kembali Jakarta,” katanya. Dia meminta agar semua cabang dan PAC tidak terkotak-kotak akibat adanya Pilkada DKI ini.

Koalisi memang diarahkan untuk menghantam PKS yang notabene partai terkuat di wilayah DKI Jakarta. Pada Pemilu 2004, PKS berhasil meraup 18 kursi di DPRD DKI Jakarta.

Triwicaksana mengakui tak gentar menghadapi koalisi itu. Menurutnya, PKS telah melakukan konsolidasi struktur dan kader guna memperluas jangkauan dan jaringannya. ”Lalu menambah jumlah kader dan menambah kesiapannya dalam memperjuangkan kemenangan PKS di Pilkada nanti,” katanya.

Selain itu, lanjutnya, PKS juga sudah memperbesar koalisi dengan empat partai. Namun, dia tidak bersedia menyebutkan partai-partai tersebut. ”Tunggu sajalah, dalam waktu yang tidak lama lagi akan diumumkan.”

Bagi warga DKI, siapapun pemimpinnya, yang penting bisa menjawab kompleksitas persoalan yang ada di Jakarta.

Dalam sebuah jajak pendapat terhadap 1.213 warga ibukota di 43 kecamatan—yang belum lama ini dilakukan Soegeng Sarjadi Syndicate, diketahui jika masalah terpenting yang harus diselesaikan gubernur ke depan adalah masalah kebersihan lingkungan (27,37 persen), keamanan (18,80 persen), ketentraman dan kerukunan sesama warga (13,11 persen) dan kenyamanan fasilitas umum (13,11 persen).

Publik DKI juga menginginkan Gubernur DKI terpilih, harus memprioritaskan
peningkatan keamanan dan ketertiban umum (24,81 persen), pembenahan lalu-lintas
(18,22 persen), dan penataan lingkungan kota (17,64 persen).

Dengan demikian, warga DKI amat mengharap dapat hidup aman, nyaman, dan bersih.
Tingkat kriminalitas yang relatif tinggi tampaknya menjadi pemicu impian warga
terhadap keamanan.

Segera Dipersiapkan
Sementara itu, Direktur Eksekutif Centre for Electoral Reform (Cetro), Hadar Navis Gumay mendesak KPUD dan Pemda DKI Jakarta agar lebih intensif dan segera mempersiapkan Pilkada DKI Jakarta.

Menurut dia, memang dalam aturan resmi persiapan pelaksanaan, Pilkada baru dlaksanakan setelah dikeluarkan pengumuman kurang lebih enam bulan. Namun, katanya, idealnya pelaksanaan Pilkada harus dipersiapkan minimal dalam waktu satu tahun.

Dia menilai belum kelihatan persiapan yang dilakukan KPUD dan Pemda DKI Jakarta menyongsong Pilkada. Dengan waktu yang mepet, dikhawatirkan sosialisasi pelaksanaan Pilkada kepada warga Jakarta tidak maksimal. Sosialisasi sangat penting dilaksanakan karena pada umumnya warga ibu kota cuek terhadap Pilkada. Cetro mencatat rata-rata tingkat partisipasi warga kota dalam Pilkada kurang lebih 69 persen.

“Kecenderungan cuek politiknya sangat tinggi sehingga perlu diusahakan untuk bisa membuat kesadaran dan pemahaman agar pemilih berpartisipasi dalam pemilihan. Pendekatan yang dilakukan tidak dengan cara sporadis, konvensional, dan dadakan,” ujarnya kemarin.

Dia menyarankan agar lebih diintensifkan dialog langsung kepada masyarakat yang sibuk bekerja agar mengetahui pentingnya berpartisipasi dalam Pilkada.

Hadar juga memperkirakan Pilkada DKI Jakarta akan jadi masalah karena sebagai daerah khusus, Pilkada Jakarta tak hanya mengacu pada UU No.32 Tahun 2004 Tengan Pemerintah daerah, juga harus mengacu pada UU tentang Ibu Kota Negara.

“UU itu sedang diamandemen, dan belum tuntas sehingga basisnya secara de facto belum ada. Dilema juga keterlambatan support dana dari APBD yang baru belakang diturunkan. Akibatnya, KPUD juga belakangan baru mulai jalan.”

M. Yamin Panca Setia

No comments: